• Selamat Datang !

    Mahasiswa, Intelektualitas, dan Menulis



    Halo sahabat SIDS.
    Hmm. Menjadi mahasiswa itu sebenarnya amanah yang besar. Bahwa di pundaknya lah masa depan bangsa akan dipertaruhkan, lebih jauh lagi, bisa dipertegas : Wajah Indonesia masa depan ada di pundak anda. Istilahnya begitulah. Ya, walaupun begitu, kadang kita sendiri juga masih garuk garuk kepala, bagaimana cara mewujudkannya secara gamblang.
    Nah, sebagian mahasiswa ada yang sadar, ada yang belum. Mungkin banyak cara yang dilakukan mahasiswa yang “sadar” tersebut untuk mengekspresikan dirinya, entah itu berdasarkan tridharma perguruan tinggi hingga motivasi pribadi.
    Dan nilai nilai yang mencerminkan mahasiswa banyak diiistilahkan seperti
    ·         Iron stock, yang berarti mahasiswa yang menjadi modal/saham bagi keberlangsungan Indonesia di masa depan, yang akan menjadi tulang punggung tegaknya bumi pertiwi di masa depan.
    ·         Guardian of value, yang berarti penjaga nilai-nilai yang luhur dan membudaya di masyarakat, seperti gotong-royong.
    ·         Social control & moral force, yang berarti berfungsi mengontrol kebijakan kebijakan yang berhubungan dengan sosial masyarakat, serta menjaga moral dan akhlaknya sebagai mahasiswa.
    ·         The agent of change, yang berarti mahasiswa diharapkan menjadi agen perubahan untuk bangsa, agar menjadi lebih baik, dengan perjuangan dan karya nyatanya.
    ***
    Saya sangat salut kepada teman-teman mahasiswa terutama bagian luar kampus yang mampu mengkritisi kebijakan pemerintah melalui aksi aksi vertikal secara direct, rela turun ke jalan demi menyuarakan dan memperjuangkan hak rakyat yang kadang terabaikan. Begitu pula mahasiswa yang aktif bergerak di dalam kampus, yang mengenal kampusnya luar dalam dan memperjuangkan haknya yang bisa juga belum sempurna diberikan oleh pihak rektorat. Begitu pula, dengan aksi nyata misalnya dengan menggalang dana untuk korban bencana tertentu serta aksi-aksi penting lainnya yang turut membuka jalan bagi kemajuan Indonesia.
    Namun, apabila hanya aksi yang kita lakukan, kurang lengkap rasanya. Saya juga baru menyadari ketika saya iseng2 membaca profil intelektual muda Indonesia masa kini, yaitu Anies Baswedan.
    Mengutip dari wikipedia, di dalam biografi Anies Baswedan :
    Menurut Anies, mahasiswa memiliki tiga karakter utama, yakni intelektualitas, moral dan ke-oposisi-an. Selama ini, dua karakter terakhir sudah dapat dikatakan tuntas.Timbulnya pergerakan organisasi-organisasi mahasiswa menunjukkan karaker oposisi mahasiswa.Meski kadang terlihat anarkis, tetapi mahasiswa telah mengerti batasan-batasan moral yang harus dijaga. Akan tetapi, karakter pertama, intelektualitas, masih belum dihayati. Implementasi karakter tersebut adalah kemampuan menulis dan berbahasa internasional.
    Anies menegaskan bahwa dalam satu waktu, seseorang bukan hanya warga sebuah negara, tetapi juga menjadi "warga dunia".Dengan kesadaran menjadi ”warga dunia” , mahasiswa dapat melihat ke depan. Menurut Anies, kompetitor mahasiswa Indonesia bukanlah mahasiswa lain dari perguruan tinggi terkemuka di Tanah Air, tetapi mahasiswa-mahasiswa yang merupakan lulusan Melbourne, Amerika Serikat, Tokyo, dan lain-lain yang memiliki kemampuan bahasa, ilmu pengetahuan, dan jaringan internasional luas.Menurutnya saat ini harus ada kesadaran melampaui Indonesia, beyond Indonesia.
    Dalam dunia akademik yang kompetitif seperti itu, maka kemampuan menulis menjadi perlu. Penyampaian ide dalam bentuk tulisan akan berharga sekali.Bahkan, menurut Anies, dalam membangun peradaban, kemampuan menulis menjadi fundamental.Selain itu, kemampuan berbahasa internasional akan membantu mahasiswa untuk menyampaikan ide-idenya.Di era globalisasi ini, akumulasi pengetahuan jangan sampai sia-sia hanya karena dua syarat itu diabaikan.

    Nah, ternyata salah satu mata rantai karakter mahasiswa yang mesti ditonjolkan adalah intelektualitas. Tentu, secara faktual, mahasiswa sudah mencapai taraf intelek dari segi ilmu pengetahuan khususnya disiplin ilmu yang ia geluti. Namun yang lebih digarisbawahi oleh Anies Baswedan adalah kemampuan menulis dan berbahasa Internasional. Nah loh ?
    Menulis ?
    Ya. Dengan menulis, mahasiswa akan merekam jejak-jejaknya, pandangannya mengenai suatu masalah sekaligus cara menyelesaikannya. Menulis juga akan meningkatkan kemampuan berbahasa dan kecerdasan literasi. Bahkan, dari jejak beberapa paragraf saja, bisa menjadi roda revolusi yang sangat efektif. Boom !
    Disinilah dibutuhkan pers, terutama pers mahasiswa sebagai bentuk independensi mahasiswa untuk menyuarakan pendapat dan kekritisannya melalui tulisan tulisan berbobot. Tidak cukup dengan aksi, dibutuhkan pula kemampuan menulis yang apik. Catatan-catatan itu akan menjadi saksi bisu kekritisan mahasiswa yang bisa jadi tonggak penegak bangkitnya negeri ini.
    Eits. Tentu saja, menulis juga bisa berfungsi untuk ajang sharing ilmu, sehingga apa yang kita tulis itu dapat bermanfaat bagi semua pihak. Tidak hanya soal sosial politik, bisa juga kajian ilmu lain yang bermanfaat. Sehingga, intelektualitas mahasiswa tidak hanya berjalan menuju arah “vertikal” saja, namun juga arah “horizontal”, terlebih masyarakat luas.
    Menulis, dan apapun bentuk tulisan itu, mestilah dilakukan dengan ikhlas dan sepenuh hati. Mungkin dari tulisan ini, secara tidak langsung kita bisa menerapkan sekaligus membagi-bagi ilmu yang kita peroleh kepada siapapun, sehingga “hutang budi” kita sebagai mahasiswa terbayarkan. Bukankah banyak anak negeri ini yang tidak kuasa untuk mencicipi bangku perkuliahan ? lalu, apa balasan kita terhadap mereka yang tidak beruntung itu ? salah satunya, ya, lewat tulisan yang bermanfaat.
    ***
    Banyak pahlawan Indonesia yang berlatar belakang seorang mahasiswa pada zamannya, sebut saja Soekarno dan Mohammad Hatta. Seperti yang tertulis oleh tinta sejarah bangsa, keduanya merupakan “emas bangsa yang lahir dan bersinar” dengan karya nyatanya. Secara tidak langsung, dapat dikatakan “akulah mahasiswa, ini karyaku. Mana karyamu ?”
    Mereka tidak hanya memiliki sikap ke-oposisi-an dan moral yang baik, namun juga bisa membuktikan karakter intelektualitasnya dengan tulisan. Salah satu buku fenomenal Bung Karno yaitu “Di Bawah Bendera Revolusi” dan “Beberapa Fasal Ekonomi” karya Bung Hatta sudah menjadi catatan sejarah bangsa ini. Mantap kan ? dengan itu, mereka bisa “unjuk gigi” di mata nasional maupun internasional. Tak lupa pula, tokoh pergerakan yang kita kenal bernama Soe Hok Gie, yang sempat meninggalkan prasasti berharga berupa tulisan-tulisannya, sebelum ia meninggal.
    Yuk, teman-teman mahasiswa, marilah kita kembangkan diri kita dengan menulis. Yakinlah, kita bisa menelurkan sesuatu yang berharga dengan menulis. Mulailah dari paragraf demi paragraf. Hingga akan tersusun menjadi catatan sejarah suatu saat nanti.

    Referensi :

    Foto sumber :


    0 komentar:

    Posting Komentar