Assalamualaikum ... sahabat SIDS ;)
Wih sudah lama tak bersua
nih. Hmm, maaf ya postingan minggu kemarin kosong banget, soalnya lagi
masa ospek, dan minggu2 ini juga masih suasana pengenalan kampus sih
sebenarnya, jadi agak seringan ke kampus, hehe... (cieee, yang udah jadi
mahasiswa)
Alhamdulillah. Fikri keterima di Politeknik Negeri Bandung
(POLBAN) atau yang dulu dikenal dengan Politeknik ITB. Kebetulan mengenai
jurusan tepat banget ama yang Fikri impikan, yaitu di Jurusan Teknik Konversi Energi.
Sip udah deh segitu dulu ya, mau tau lebih banyak ? cari tau aja ndiri ya, hehe.
Hmm. Sebenarnya, menjadi mahasiswa adalah suatu siklus yang
harus terjadi di role pendidikan kita
di Indonesia. Entah kenapa, siswa yang sudah lulus SMA dan masuk kuliah,
diselipkan tuh 4 karakter “maha”, sehingga menjadi MAHASISWA. Tentu, disini ada
keistimewaan harkat yang dipunyai kata tersebut, sekaligus memikul tanggung
jawab yang besar juga bagi yang memiliki status tersebut.
Apakah mahasiswa itu sekedar status ? Bisa iya. Bisa tidak. Tergantung
bagaimana individu yang memiliki sekaligus memaknainya. Tentu, dibalik status
megah tersebut, ada sebuah harapan yang muncul baik dari internal maupun
eksternal diri kita. Dari internal, kita berharap bahwa dengan status itu, kita
bisa berubah menjadi sifat yang lebih baik, lebih dewasa, lebih tangguh, dan
lebih proaktif menghadapi masalah.
Dari eksternal ? lebih besar lagi. Seperti rahasia umum,
mahasiswa adalah tumpuan rakyat kecil yang menderita, harapan mereka untuk
menegakkan kembali keadilan yang ditumbangkan oleh oknum rezim tertentu. Mahasiswa
diharapkan menjadi garda terdepan dalam “pembangunan” karakter dan moral di
negara ini, yang mampu menciptakan role
model generasi mendatang yang tentunya lebih baik. Tidak main main,
mahasiswa mempunyai status “pembela rakyat” seperti dikatakan sejarah, tempo
1998 lalu. Bagaimana peran mahasiswa menumbangkan rezim Soeharto yang telah
puluhan tahun berkuasa dengan hasil,
Korupsi-Kolusi-Nepotisme yang merajalela di penjuru negeri.
Subhanallah. Inilah sebuah kebanggaan, yang mestinya juga
dimanfaatkan dengan baik oleh mahasiswa itu sendiri, kembali menegakkan asa
seluruh rakyat dengan memperjuangkan mereka yang tertindas, sekaligus pula
mendukung program pemerintah yang benar-benar baik dan berguna untuk rakyatnya.
Tapi, teman, mungkin untuk saya sendiri, itu belumlah
saatnya. Saya masih terlalu kuning untuk
hal masif seperti itu. Hanya saja saya mengakui, saya sudah merasakan hawa
perjuangan dan harapan khas mahasiswa, sejak pertama kali saya diperkenalkan
kepada kehidupan kampus.
Ada beberapa point yang garis besarkan, yang benar-benar
menjadi kesan terbaik saya selama masa pengenalan kehidupan kampus :
1.
Saya diajarkan menjadi orang “gila”
Mungkin yang terbersit di benak teman-teman semua kalo buat
ospek ; topi badut berwarna warni,
rambut yang dikuncir, pita berwarna warni, nametag khas ospek, atau kaos kaki
yang berbeda warna.. hehe. Iya kan ? beneran kaya orang gila kan itu mah.
Alhamdulillah, kampus ngga ngelakuin hal yang ngga penting
itu lagi, karena memang bukan itu esensi yang ingin didapatkan. Meskipun ada
saja tugas khas ospek yang diberikan, tapi semata-mata untuk menggerakkan
kemauan untuk bekerjasama antar mahasiswa, bukan untuk dipermalukan di hadapan
umum.
Lalu, gimana maksudnya menjadi orang “gila” ? yah, namanya
juga orang gila tanda kutip, ada maksud tersembunyi dibalik itu. Apaan ?
Sederhana aja. Yang pertama kali membuat saya diajarkan
menjadi orang “gila” adalah ketika diharuskan mengacungkan tangan ketika ada pertanyaan dari para senior. Udah ga
zaman deh malu-malu kucing khas anak SMA. Tidak cuma pertanyaan, tapi juga
sebagai uji keberanian, siapa nih yang mau mengemukakan pendapatnya, atau
sekedar menyampaikan salam khas mahasiswa. Jika tidak berani, maka kami pun
dipermalukan, “Masa mahasiswa kayak gini
? berani dong jadi mahasiswa ! kalian tuh udah mahasiswa, dek !”
Yah, mau ga mau awalnya sih berat, beneran, rasanya kaya
orang gila aja, teriak teriak sendiri di depan semua, belum malu yang grogi
yang ga mau ilang. Pertama kalinya, saya pun grogi besar ! rasanya tidak
berguna status saya sebagai aktivis OSIS pada saat SMA, hampir tenggelam oleh
euforia ospek, yang wajib sekaligus memaksa saya menjadi orang baru, benar benar
baru.
Pertama kalinya, saya mengumandangkan hymne kampus, padahal
baru di depan kelompok saja yang sekitar 20 orang. Apa boleh buat, hajar saja. Akhirnya saya bisa mengerjakannya, dan
ada rasa kebanggaan yang teselip di dada ! berhasil !
Akhirnya, di hari itu juga, saya beserta beberapa teman berani
maju untuk mengumandangkan hymne kampus lagi, kali ini dihadapan hampir 1700an peserta, di depan panggung ! tidak main main, suara kami dibalas dengan kepalan
tangan dan suara yang membahana, HIDUP MAHASISWA !
ini benar benar
pengalaman baru bagi saya, sekaligus membuktikan pada diri saya bahwa saya bisa
menjadi seorang mahasiswa yang berani menghadapi tantangan, yang mempu
menempatkan malu pada tempatnya, dan tidak perduli apa yang orang katakan
selama apa yang kita lakukan baik... dan kali ini saya percaya, keberanian dapat membuat keajaiban.
Einstein, Thomas Alfa Edison, atau John F Kennedy, bahkan
Rasulullah SAW pun dianggap orang gila kan pada masanya, tapi apa yang terjadi
setelahnya ? kita tahu sendiri...
2.
Saya diajarkan menjadi orang tangguh
Kami , mahasiswa baru, (jujur saja) sebenarnya gelisah akan
suatu hal dalam setiap kegiatan ospek, yaitu zona uji mental. Sejauh dua hari
masa ospek, aman aman saja. Akhirnya, di hari ketiga, mulailah itu terjadi ... kami
pun terkaget-kaget. Ketika matahari saja belum bersinar pagi itu, kami sudah
menerima “suapan vitamin mental” yang dahsyat luar biasa menggelegak. Memang tidak
ada aktivitas fisik yang berat apalagi beresiko pada saat itu (berhubung udah ga
zaman lagi, dan menghormati orang yang berpuasa juga kali ya). Tapi benar juga
kata suatu pepatah mengatakan, bahwa lidah itu lebih tajam daripada pedang...
Udah deh sepanjang pagi itu, kami pun dipaksa “makan vitamin
mental” tadi. Mulanya kami kaget, ga menyangka juga bahwa wajah panitia yang
dikenal innocent bisa berubah juga
menjadi nightmare di pagi buta. Ga usah dijelasin deh “vitamin mental” apa yang dimaksud. Sudah
tau sendiri deh, hehe.
Dan kami pun digiring ke suatu tempat. Saya sendiri mengira
akan terjadi hal yang gawat setelah ini. Ternyata, tidak sama sekali. Memang,
kami masih “nelen bulet-bulet vitamin mental” , tapi aksi fisik yang kami
dapatkan hanya dengan menutup mata dan telinga, udah gitu tok ! ga berat yang
dikira, meskipun kalo udah lama agak pegel juga, apalagi itu dibarengi ama “makan
vitamin mental”...
Setelah beberapa saat, akhirnya itupun selesai juga, sampe
hari terakhir. Tak sedikit memang kami yang kesal, badmood, atau ilfeel ke
kakak panitia yang ngelakuin itu tadi. Tapi apa esensinya ? mungkin kalo yang
ga fokus sih, ngga mikirin apa-apa, mungkin cuma berdoa doang moga cepet beres
ni acara, hehe ngga deng.
Esensinya, dengan aksi “tutup mata, tutup telinga” itu,
dimaknakan sebagai proteksi diri terhadap serangan negatif dari luar diri kita
sendiri. Mungkin selama di kampus, kita akan menggapai berbagai macam
tantangan, yang dimana akan menyudutkan mental kita, yang hampir meruntuhkan
niat kita, juga yang akan berusaha menumbangkan hati kita. Tapi apabila, kita
sukses “menutup mata, menutup telinga”, kita akan berprinsip Go In My Way. Ga perduli apa kata orang,
ga perduli apa pandangan orang, yang penting apa yang kita lakukan itu baik, kita
jalan terus aja ! mungkin kita punya mimpi yang tidak main-main, selama kita
ingin mewujudkannya akan banyak pula tantangan yang akan menumbangkan kita. Dengan
cara “tutup mata, tutup telinga” tadi, kita akan lebih kuat.
3.
Saya diajarkan makna kekeluargaan
Beberapa hari menjalani ospek, kami pun akhirnya
diperkenalkan dengan jurusan masing-masing. Setelah kenyang “makan vitamin”
akhirnya yang ditunggu pun datang juga. Kami pun dijemput oleh sekumpulan orang
yang dinamakan himpunan mahasiswa jurusan, berwarna warni jaket yang mereka
pakai, memesonakan setiap orang yang melihatnya, yang melambangkan persatuan
itu mesti dijunjung meski berbeda “warna”. Ciee, mantep banget yah.
Kami pun akhirnya disambut dengan sukacita oleh mereka,
tanpa canggung namun tetap berwibawa. Dengan formasi seperti lingkaran, dan
kami berada di dalamnya, kami pun digiring dengan semaraknya yel-yel tiap
jurusan. Saking bangganya, kami pun ngga sadar udah sampai aja di gedung
kuliah, markas besar kami, hehe. Yang jelas, sambutan untuk kami lebih meriah
daripada yang tadi. Tak lupa kami diperkenalkan dengan seluruh jajaran keluarga
besar jurusan, dari mulai dosen hingga pembina himpunan.
Setelah selesai, kami pun diantarkan untuk melihat “medan
tempur”. Yah, kalo anak teknik sih, ngga jauh jauh dari laboratorium deh hehe. Di
dalamnya kami pun dijelaskan fungsi dari alat tersebut, meskipun kami tetap
saja nga ngerti :p yang jelas, keep spirit !
Bla. Bla. Bla. Akhirnya, kami pun shalat bersama. Dan memulai
perkenalan dari masing-masing mahasiswa baru maupun kakak senior yang membina,
sampai kakak senior yang udah sukses juga dateng, demi menyambut keluarga
barunya, kami.
Dari situlah, saya pribadi mengambil maknanya, bahwa rasa
kekeluargaan itu tidak dihalangi oleh status senior-junior, tidak terhalang
oleh tingkatan, pun tidak membeda-bedakan siapapun.
***
Pada akhirnya, saya pun tersenyum. Menatap monitor, untuk
menceritakan lagi kenangan indah yang telah berlalu, yang semoga dapat diambil
pelajarannya.
Tinggal Milih, apakah kita mau jadi Mahasiswa atau (Masih)siswa sih ?
Sukses untuk kita semua J
HIDUP MAHASISWA ! HIDUP BANGSA INDONESIA !
Miftahul Fikri
D3- teknik Konversi Energi 2012 – Politeknik Negeri Bandung
0 komentar:
Posting Komentar