• Selamat Datang !

    Kita, (kadang) Bukan Kita


    Bismillah tawakkaltu Alallahu.

    Yup.

    Sebagai seorang teenagers yang sedang mengalami masa-masa onfire, tentu kita tidak lepas dari yang namanya pergaulan. Pergaulan zaman sekarang, yah, seperti itulah, sangat dinamis. Berbagai lapisan masyarakat diluar sana menuntut kita untuk menyesuaikan diri, dan mau tidak mau harus bercampur baur meski ada yang kita tak sukai.

    Jangan jauh-jauh menganalisis masyarakat luas, cukuplah kita menggunakan lingkungan sekolah sebagai batasan masalah disini. Lebih disempitkan lagi ke lingkungan kelas kita saja. Di dalam kelas tersebut, siapa sangka, banyak pula “jenis” manusia lain yang mau tak mau pun bercampur ke dalam satu lingkungan. Contohnya, dalam masalah selera musik saja, ada teman sekelas kita yang menyukai punk, rock, classic, reggae, sampai nasyid. Dalam urusan sepakbola, beda lagi masalahnya dan tentunya lebih rumit, karena perbedaan semakin kentara disana.

    Kita tahu, kita berada di jalur yang mana, bukan ? kita tentu telah tahu siapa diri kita. Kita tahu jenis style kita bagaimana. Jangan sampai sudah cukup “ber-umur” begini, kita masih saja terombang ambing dalam menemukan jati diri kita sendiri, alias masih tiru-sana-tiru-sini gaya dan sifat orang lain, hhehehe.

    Seiring kita berbaur dengan teman-teman sekelas kita itu, kita semakin mengenal kemampuan masing-masing orang. Dari sekian lama penjajakan, mulailah kita mengetahui dimanakah power masing masing karakter yang kita kenal. Ternyata, si anu jago banget di basketnya, si eta jago banget sepakbolanya, si itu jago banget main gitarnya, dan lain sebagainya.

    Mulai beranjak dari mengenali  orang lain lah, kita pun harus bisa menjajaki power apa yang kita punya, potensi apa yang kita miliki, dan bagaimana kita harus bisa “meledakkannya”.


    Kadang, memang, dalam hidup ini segalanya tak mudah. Dan dilihat dari perspektif manusia  itu sendiri, (kadang) hidup ini tak seimbang. Kita bisa membandingkan saja head to head dengan teman kita tersebut, dan keadaan memang sepertinya memihak orang lain daripada kita sendiri. Kenapa kita selalu saja membandingkan dengan orang lain ? Ya, karena kita ini masih teenagers. Ingin eksis, ingin dilihat orang, ingin yang paling bisa, pokoknya ingin yang wah-wah. Memang itulah karakter remaja dan kita tidak bisa memungkirinya.

    Wuaaah, kalo udah liat teman bisa main bola, kita ikutan pengen … liat orang bisa main gitar, ingin main gitar juga … liat orang bisa nyanyi, ingin bisa juga … inginnya mah semua bisa lah. Karena liat temen yang keren tea.

    Kalau ada pertandingan bola antar kelas, kita pasti selalu ingin jadi juaranya, pasti ingin jadi man of the match-nya, ingin jadi pencetak gol terbanyaknya, ingin disorakin ama lawan jenisnya, wuaaaaah …. Pokoknya ingin segalanya oke deh di depan orang lain. Beda lagi kalau ada kompetisi musik, kita pasti ingin banget ikutan ingin nampilin suara emasnya, ingin dipuji teman-teman, dan sebagainya lagi.

    Padahal, tahu ngga ?

    Kita tuh sebenarnya ngga bisa main bola. Nendang aja ngga becus. Boro boro jadi man of the match, yang ada kita yang di-kartu merah-kan wasit karena bermain kasar. Keluar lapangan, disorakin sih, tapi dengan jempol kebawah …

    Pas ikut kompetisi musik juga, kesannya terlalu acak-acakan, karena kita ngga paham mainin lagu yang mana. Karakter suara kita yang bass, malah maksa mainin lagu yang bernada sopran, apa ngga kacau tuh ? melengking ngga jelas. Akhirnya, beres manggung, kita dilemparin botol mineral. Duh nasib.
    Kenapa bisa begitu ?

    Karena kita  : maksa !
    Kita tuh pengennya kaya orang lain, iya kan ?

    Mungkin kita ngga sadar, kalau kita itu sebenarnya capek jadi orang lain, capek niru orang lain, hanya gara gara ngeliat orang lain yang ngelakuin itu jadi keren. Maksa bisa main bola, padahal sebenarnya kita memiliki keahlian terpendam di basket. Maksa bisa nyanyi, padahal kita punya passion jadi pemain drum. Pengen jadi orang lain yang keren, padahal juga sebenarnya, kita punya potensi yang bisa bikin kita keren, dan beda ama orang lain !

    Lalu, kenapa kita harus capek capek jadi orang lain ?

    Lalu, kenapa kita harus berlelah-lelah meniru orang lain, padahal kita juga punya style ?

    Udahlah, mending kita syukuri aja apa yang kita punya. Intinya, jangan pernah maksain kehendak hanya karena nafsu ingin segalanya. Karena menuruti nafsu, hanya akan membuat kita lelah. Kita sudah digariskan untuk tidak menguasai segalanya, namun kita pun sudah dianugerahi potensi masing-masing untuk dijadikan ajang kita “unjuk gigi” dalam kehidupan.  Asal, janganlah lupa, itu semua hanya karunia Allah, tidak pantaslah kita bersombong atas apa yang kita punya.

    So, pelajarilah kemampuan diri kita sebaik-baiknya, dan tunjukkanlah itu di saat yang tepat. Percayalah, jika Sumatra memiliki harimau, Papua pun mempunyai kasuari. Jika Amerika punya Hawaii yang memesona, Indonesia juga memiliki Raja Ampat yang memukau.

    Jika orang lain punya keahlian masing masing, kenapa kita tidak ?

    Jadikanlah hidup kita indah, dengan cara kita sendiri.


    Foto sumber :





    0 komentar:

    Posting Komentar