• Selamat Datang !

    Ketika …




    Tariklah nafas. Entah kita sudah berada dimana sekarang. Terlalu cepat waktu berlalu. Rasanya, baru beberapa saat kita berada di tempat ini, tapi waktu sudah berhasil menipu kita dengan baik. Kita hanya dapat tertegun menatap kalender, entah kita sadar sudah mencoretnya atau belum.

    Tengoklah sekeliling. Semua tampak tak berubah, tapi ada yang lain, bukan ? bukan karena wajah kita bertambah bayak bulu, atau suara tampak sedikit berat kesengau-sengauan. Bukan. Bukan hanya itu.

    Jutaan detik yang lalu kita telah lewati tanpa sadar, mengantar kita dari kegulitaan malam kepada cahaya binar pagi, yang seakan benar benar menipu kita untuk melakukan hal yang sama setiap hari, dengan senyum yang sama setiap hari, padahal … semua pasti akan berakhir, bukan ?


    Kita ini orang muda. Tapi tak selalu muda. Tipuan gravitasi tanpa sadar telah membutakan mata kita akan hadirnya masa dewasa. Dewasa ? Hmm, really ?

    I don’t know. Yang jelas, setiap langkah kita disini memang menuju ke sebuah tingkatan yang memuncak, yang akan sampai pada puncaknya. Lalu, suatu saat nanti, seperti roller coaster, akan menukik turun dengan cepat …. Dan akhirnya masuk ke “lubang hitam kehidupan” , dan Bang ! kita pun masuk ke alam dan dimensi lain lagi.

    Coba kita lihat awan hari ini. Hampir sama persis seperti cerahnya hari kemarin. Ataukah mendung ? hampir sama persis seperti beberapa hari yang lalu. Dan, sampaikah kita kepada saat matahari terbenam ? betul, segalanya terlihat akan sama persis dengan hari kemarin, dan hari hari sebelumnya.

    Saya, pun sejenak merenung setelah suatu hari setelah shalat maghrib pada saat matahari terbenam. Saya pergi ke “tempat spesial” untuk melihat terbenamnya matahari. Sejenak, saya terbuai lamunan paduan merah-jingga nya langit petang itu, dengan paduan awan cumulus yang melapisi strata langit terendah, begitu permai dengan beberapa kerlipan malu-malu sang alpha centauri.

    Tapi … saya terkejut.

    Hei, sudah berapa lama saya melakukan seperti ini ? Sekali menepuk pipi, pun rasanya saya tak begitu sadar. Namun, saya mengakui bahwa saya (sudah) tiga tahun berada di tempat ini, di Kota Kembang ini, untuk sekedar menatap matahari yang hendak terbenam ! apalah ini, kalau bukan namanya fatamorgana waktu yang dahsyat … dan saya barui tersadar bahwa memang benar adanya. Saya sedikit tersenyum kecut, dan menarik nafas panjang. Hari-hari yang memang berlalu begitu cepat …

    Menilik senarai langkah-langkah yang sudah dipijak, membuat saya terharu dan berfikir ulang, kenapa waktu berlalu begitu cepat. Saya pikir, saya akan begitu rindu dengan berbagai kebiasaan yang dilakukan setiap harinya. Jalanan sempit di pinggir kost-an itu, bertemu muara dengan jalanan pematang sawah yang memanjang hingga ke pinggir sekolah adalah saksi bisu seorang anak muda yang mengejar mimpinya ini.

    Meskipun itu hanya sebuah jalan, namun ia tentu merekam beberapa episode kehidupan saya, yang berupa potongan mozaik kecil yang berserakan dimana-mana, dimana mozaik itu bukanlah berlian atau emas, mungkin hanya sebuah rekaman kehidupan bahwa : saya melewati jalan itu dengan ceria dan semangat pada pagi hari, dan pulang berpeluh pada siang hari. Ya, hanya itu. Tapi andaikata sejarah berkata lain suatu saat nanti, ketika seseorang yang setiap hari melalui jalan itu telah sukses, tentu, walapun hanya setapak jalan, itu merupakan sesuatu yang patut untuk dikenang. Bagaimanapun, jalan itulah yang menjadi saksi, bagaimana seorang anak tersebut  mulai mengubah diri, hingga ia akhirnya benar-benar berubah.

    Apapun itu, masa muda di masa abu-abu akan terkenang indah. meski itu terlalu cepat, namun tetap membekas di lubuk hati yang paling dalam. teringat kembali bagaimana pertama kali masuk SMA, dengan blah-blohnya, beberapa kejadian lucu di masa orientasi, dan entah kenapa ...

    segala pertemuan hendaknya untuk perpisahan juga.

    Gurindam tersebut hendaknya kita maknai, karena apapun yang bermula, pasti akan berakhir. pasti, pasti, dan pasti. sampai tuhan pun hendak membuka tabir baru, sebuah kehidupan yang baka suatu saat nanti.

    Nikmatilah saat-saat terakhir. begitulah kamus hidup saya berkata. kata ini saya temukan di 'halaman terakhir' . Begitulah, seperti hukum alam, saya harus menutup lembaran buku kenangan masa abu-abu. kamus hidup yang membesarkan anak desa ini, kamus hidup yang membuka cakrawala berfikir yang luas, kamus kehidupan yang tak kehilangan corak warna-warni dunia remaja, kamus kehidupan yang mengajarkan hidayah, cinta, dan motivasi ... kamus kehidupan yang membuat saya harus semakin merunduk menyikapi hidup.

    Namun, jika diinti-intip lagi selembaran lama dalam kamus hidup itu, betapa banyak hal yang membuat saya terkesima, tertawa geli, maupun menarik nafas panjang ... sekian jalan yang saya tempuh, beberapa diantaranya memberikan pelajaran tak ternilai harganya. 

    Tak luput pula sebagai seorang remaja yang masih lugu soal cinta, bagaimana seorang saya mengejar cinta hingga tertatih-tatih dan tak jarang galau, (hahahaha) hingga akhirnya mendapatkan cinta pertama (horeeeeeee ....) ..... aaah tak lupa pula merasakan sakit dan perihnya. hahaha, seakan itulah asam garam kehidupan remaja yang saya syukuri telah mendapatkan pelajaran daripadanya. semoga sieiring dewasanya ini, saya dapat benar-benar menyikapi cinta, yang murni dan long lasting , insya allah, amin.

    Lebih banyak cerita hidup saya, hanyalah Allah, saya dan diary saya yang lebih tahu. mungkin diantaranya tidak penting bagi pembaca sekalian, namun saya hanya menjadi salah seorang yang merasakan sebuah fakta  : WAAAAAAA, MASA SMA KOK CEPET BANGET SELESAINYAAAAA :(

    Hahaha. sudahlah. yang jelas, tetap isi kamus kehidupan kita dengan hal-hal yang bermanfaat dan menyenangkan, karena siapa tahu kita akan membuka lembaran-lembaran usang itu suatu saat nanti, dan kita akan tersenyum puas ketika mengulangnya kembali...

    Foto Sumber :

    MILIK PENULIS


























    0 komentar:

    Posting Komentar