Hi SIDS friends, how are you today ?
Saya berharap semua baik-baik saja oke. Hehe. Alhamdulillah
setelah minggu kemarin menghadapi UN yang menegangkan, kini saya kembali
memiliki waktu senggang untuk berbagi bersama pembaca sekalian. Sip. So, how
about this Saturday ? are you happy ? I hope, yes.
Hmm. Ketika beberapa waktu lalu saya “meninjau” ke sebuah
mall di bilangan Jatinangor, saya iseng-iseng berkeliling ke dalam toko buku-nya.
Buku yang saya cari nampaknya belum ada. Mencoba lebih lama, saya pun tertarik
dengan sebuah buku best-seller nasional yang sekarang sedang naik daun, Negeri
5 Menara. Sebenarnya buku ini sudah cukup lama, hanya saja waktu itu belum
menjadi best-seller, sehingga belum menarik perhatian.
Setelah novel ini di layar lebar-kan, barulah saya menjadi
penasaran, apa saripati terbaik dari kisah ini. Sebelumnya, memang saya belum
sengaja belum menonton filmnya, karena memang waktu itu tidak sempat (hehehe)
dan menyengaja untuk membaca terlebih dahulu novel baru menonton film-nya, agar
“ruh” dalam cerita itu terasa kuat … ceile.
Nah, setelah saya melihat “kulitnya” saja, semboyan dari
buku itu saja sudah terlihat menarik, “Man Jadda Wajada” mungkin itu yang
membuat supremasi buku itu serasa menggelegar, dan menjadi trendsetter di
banyak status facebook. Hmm, tak banyak pikir, segera buku itu digamit dan
dibawa pulang.
Ketika baru membuka “kulit”nya saja, tampaknya buku ini
bukan main-main, dan pantas menjadi buku best-seller, dan yang saya sukai
adalah : cerita ini benar-benar terjadi. Hingga kini, saya belum tamat membaca
buku itu karena bebagai keterbatasan waktu yang terbagi-bagi, tapi ada beberapa
hal unik yang dapat saya tangkap dari awal cerita novel itu yaitu, hmmm :
semboyannya.
“Man Jadda Wajada” disini dalam bahasa Indonesia jika
diterjemahkan secara bebas, berarti “Siapa yang bersungguh-sungguh, pasti
berhasil” . kalimat bertenaga ini bersinonim pula dengan istilah dalam bahasa
Sunda yaitu “Lamun Keyeng Tangtu Pareng” yang berarti harfiah sama persis.
Tanpa harus mengadopsi semua cerita dalam novel itu, kita
sendiri bisa mengambil kesimpulan penting dari pesan yang tersirat, bahwa
segalanya yang dilakukan dengan bersungguh-sungguh pasti akan berhasil.
Tapi, kita jangan melihat bahwa berhasil itu selalu
mewujudkan dari apa yang kita inginkan. Jika kita pecah kata berhasil itu
menjadi kata “ber” dan “hasil”, maka akan memberi arti : mempunyai hasil,
memiliki hasil, dan mendapatkan hasil. Lebih kurang seperti itulah.
Jadi, jika kita diam atau sedang bergerak, sedang malas atau sedang bersemangat, tetap saja "ber"-"hasil". hanya saja, hasilnya bisa dikategorikan positif atau negatif. Kalau kita malas, hasilnya (ada) tapi tidak semaksimal ketika bersemangat. begitulah.
Nah, sedikit mengutip pendapat orang bijak bahwa, "Segala yang diusahakan pasti akan berhasil. hanya saja, hasilnya akan berbeda-beda" . begitulah, jadi ada keselarasan antara apa yang kita usahakan dan apa yang kita dapatkan. Dan Allah pun telah jelas membenarkannya, seperti dikutip dari Al-Qur'an Surah An-Najm : 39-42 ;
39 dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya. 40 Dan bahwasanya usahanya itu kelak akan diperlihatkan (kepadanya). 41 Kemudian akan diberi balasan kepadanya dengan balasan yang paling sempurna, 42 dan bahwasanya kepada Tuhanmulah kesudahan (segala sesuatu),
Jadi jelaslah itu semua, bagaikan sebuah sunnatullah yang tidak bisa diganggu-gugat.
Lalu, apa yang dimaksud dengan istilah "kumaha milik" ? ini adalah sebuah istilah dalam bahasa Sunda yang berarti segala sesuatunya akan kita dapatkan bagaimana menurut takdirnya. Sebenarnya, ini bukan untuk menyalahkan persepsi, tetapi karena istilah ini sering digunakan secara keliru oleh orang banyak.
Orang yang keliru tersebut sering mempersepsikan bahwa segalanya sudah menjadi takdirnya, dan kita harus menjalaninya saja. Jika dia orang yang kurang pintar, maka ia akan "menyadari" bahwa ia kurang pintar, dan akan mundur dari persaingan untuk menjadi yang terbaik karena ... "Yaaa, saya mah memang bukan orang pintar kok, jadi wajar kalo saya tidak mendapat rangking". ia mungkin merasa bahwa "kekurang-pintarannya" itu adalah sebuah nasib yang harus dijalani, bukan takdir yang bisa ia balikkan menjadi lebih baik !
Orang yang keliru mempersepsikan cenderung apatis pada perubahan, mundur dari persaingan, termasuk orang yang tidak bersyukur, dijauhi oleh orang sukses, dan jauh dari cinta Allah. Memang tidak salah jika misalnya kita sudah berusaha maksimal untuk lebih baik, tapi hasil yang ia dapatkan tidak memuaskan, barulah kita bisa bilang itu "kumaha milik", dan apa yang kita usahakan itu hasilnya pun pasti terbaik di mata Allah.
Nah, jika kita belum berusaha tapi malah menyalahkan atau tidak mau merubah takdir yang akan menjadi nasib kita, bukankah kita termasuk orang yang tidak mensyukuri nikmat-Nya ? bukankah kita termasuk orang yang rugi ? bukankah kita juga diberikan potensi yang sama besarnya dengan mereka ? dan, bukanlah peluang kita untuk sukses sama besarnya dengan mereka ?
Mari, kita berusaha dulu dengan maksimal. berusahalah di jalan yang lurus. Jangan lupa berdoa dan bertawakkal, karena apapun hasilnya bila dijalankan di jalan Allah, maka akan berbuah manis.
Jadi, "kumaha milik" mah "kumaha usaha" .....
Man Jadda Wajada- Lamun Keyeng Tangtu Pareng
Foto Sumber :
0 komentar:
Posting Komentar