Jangan pernah kita mengartikan kalimat diatas dengan harfiah "telanjang". apa maksudnya ? jika kita menelaah hanya dengan logika pendek, kita tentu harus benar-benar kerja keras. kontan saja, ketika kita membayangkan, andai saja kita harus capek capek naik ke langit untuk menggantung si cita-cita, benar bukan ? toh, si cita-cita itu juga bersifat apa ? bersifat secara struktur kimia, tidak. secara fisika, pun tidak.
Sebenarnya apa itu cita-cita ? banyak orang yang mendefinisikan cita-cita hampir ekuivalen dengan kata mimpi. mari kita lihat :
1. keinginan (kehendak) yg selalu ada di dl pikiran: ia berusaha mencapai ~ nya untuk menjadi petani yg baik;
source: kbbi3
2. tujuan yg sempurna (yg akan dicapai atau dilaksanakan): untuk mewujudkan ~ nasional kita, kepentingan pribadi harus dikesampingkan;
source: kbbi3
Mimpi :
mim·pi·an n 1 apa yg dialami dl mimpi; impian 2 ki cita-cita (keinginan) yg mustahil atau susah dicapai;
pe·mim·pi n 1 orang yg suka bermimpi meskipun tidak tidur; 2 ki orang yg suka mengkhayal: lotere dianggap sbg jalan pintas bagi - untuk cepat kaya
pe·mim·pi n 1 orang yg suka bermimpi meskipun tidak tidur; 2 ki orang yg suka mengkhayal: lotere dianggap sbg jalan pintas bagi - untuk cepat kaya
source: kbbi3
Nah loh nah loh, beda bukan ?
Banyak sekali kita terjebak dalam istilah. bahwa sesungguhnya, kesimpulan yang benar buat kita yang keinginan mendapat apa yang kita inginkan itu adalah cita-cita, bukan mimpi. dan proses dalam meraihnya, ya bisa disebut meraih cita-cita, bukan meraih mimpi. Tapi memang, lebih trend kalau kita memakai kata 'Sang Pemimpi', bukan kata 'Sang Pencita-cita', hhehehe. dan memang agak sedikit aneh. Sudahlah, jangan diperpanjang, karena ini hanya opini saya belaka.
Bahwasanya, ketika kita sedang duduk, mulai memikirkan sesuatu, kemudian sampailah kita memikirkan apa yang kita inginkan, itulah gerbang utama yang menuntun kita untuk menemui mimpi atau cita-cita.
Nah, apa yang membedakan mimpi dan cita cita ?
Jika kita hanya membayangkan/menginginkan, tanpa ada keinginan untuk mengusahakannya lebih lanjut, kemudian hilang dengan sekilas, itulah namanya mimpi. Contohnya, Nina nih kepingin banget masuk Kedokteran UI nanti setelah lulus SMA. udah ngebayangin deh tuh, pake baju almamater UI sambil menyandang gelar dokter di masa depan, wuih ngga tanggung deh, sama kebanggaan yang lainnya juga. eh ternyata eh ternyata, udah lima menit kemudian, hilang dah tuh ! Nina pun terus aja kerjaannya tuh main-main, lupa belajar, facebook-an siang malem, dan blessssstt ..... hilang deh !
Tapi beda lagi, ama yang satu ini.
Ternyata Riko pun bermimpikan yang sama dengan Nina. Dia kepingin banget-nget-nget deh masuk Kedokteran UI nanti setelah lulus SMA juga. sama deh tuh, dia juga ngebayangin yang wah-wah jika jadi dokter. daaaan ? sejak bermimpi, ia mulai pelan-pelan mengatur prioritasnya, mengatur jadwal belajarnya, dan memulai jerih payahnya menuntut ilmu, untuk menuai masa depan. dan selamat, inilah yang dinamakan cita-cita !
Apakah kita termasuk orang bertipikal Rina atau Riko ? jawab saja sendiri ya.
Nah, lalu apa yang harus kita hubungkan dengan judul diatas ?
Anggap saja, kita semua ini adalah orang yang bercita-cita. apa langkahnya ?
Kita harus bisa mengerti dan memahami diri. mau kemana sih kita ? apa sih keinginan kita ? kadang yang mampu melejitkan semangat adalah keinginan diri yang terselubung, yang terobsesi dengan kehebatan atau kemegahan sesuatu, sehingga mampu mengubah pola pikir sempit menjadi lebih luas. carilah itu dengan memahami diri anda. buka tidak mungkin, anda bisa jadi sejenius Pak Habibie, karena sama-sama terobsesi dengan pesawat. Pak Habbibie sudah merumuskan Metode Habibie, Teori habibie, dan Hukum Habibie, dan membuat gebrakan fly by wire yang sangat fenomenal. bagaimana dengan anda ?
Cita-cita itu tidak murah. ya, sadarilah, bahwa mana ada cita-cita yang murah. tidak cukup hanya mengandalkan sumber daya diri secara kasat mata, tapi kita juga mesti mengasah sumber daya diri secara total, sehingga menjadi manusia baru, dan 'lebih mahal'. coba, mahalan mana, antara kayu gelondongan dan kayu mebel ? dan, manakah yang diasah ? dan manakah yang lebih terpakai ? jawab sendiri. seperti itulah seharusnya kita memperlakukan diri kita.
Jangan sembarang menjual cita-cita. apa artinya sugesti terbaik yang kita miliki untuk mengubah potensi jadi keunggulan, kalau hanya dijual gratis, dan dibeberkan ada orang lain.
" Mau masuk Kedokteran UI aaaaah, biar keren ... hihihihi, ayo belajar belajar walaupun satnite :D "
Mungkin kita sering lihat status begituan di Facebook ata Twitter. Maaf beribu maaf, bukannya tidak boleh, bukannya saya melarang, atau mengatakan hal itu buruk. tapi apakah dapat dikritisi dengan baik, bahwa semua itu mungkin kepalsuan angan belaka ? apakah benar kita menginginkan masuk Kedokteran UI, atau hanya ingin dihargai dengan jempol, like, atau retweet saja ? Betapa mahalnya motivasi itu jika hanya diremehkan untuk menjadi "status facebook" saja.
Dan, apakah kita bisa menjamin, apa yang kita beberkan itu bisa terjadi ? tidak, bukan ? jika kita memasang status seperti itu, tapi tidak ada perubahan diri secara bertahap, apakah itu bukannya menyia-nyiakan energi dan harga diri ?
Seyogyanya, kita harus benar-benar menggantungkan cita-cita kita yang selangit itu, cukuplah dalam hati saja. cukuplah hati yang tahu, betapa kita sangat menginginkan sesuatu, dan mau berusaha pula untuk mencapai sesuatu itu. biarkanlah saja di hati, karena hati lah yang mampu mengontrol diri, hati lah yang menjadi pusat kebahagiaan manusia, dan hati lah yang lebih mengerti diri kita sendiri.
Apakah cukup seperti itu saja ? Tidak. kita pun harus menyerahkan diri sepenuhnya kepada sang penggenggam hati, yaitu Allah SWT. Allah yang lebih tahu apa yang kita inginkan, lebih tahu yang kita butuhkan, dan lebih tahu yang terbaik bagi kita. gantungkanlah diri kita kepada-Nya. Allah pasti akan melihat usaha hambanya, apakah serius atau tidak. jika kita serius, bukan tidak mungkin Allah akan memudahkan jalan kita.
#SEMANGAT !
0 komentar:
Posting Komentar